tk17teladan.sch.id - Lembaga pendidikan formal merupakan agen perubahan sosio kultural, sehingga lembaga pendidikan harus siap menjadi motor perubahan dalam menyikapi problem sosial dalam masyarakat. Namun, kenyataannya banyak fungsi dan peran lembaga pendidikan tidak berjalan sebagaimana semestinya. Misalnya, kritik terhadap pelaksanaan manajemen pendidikan yang masih birokratis. Sistem pendidikan saat ini kurang memberdayakan potensi anak, melaikan "mengekang" dan semakin membuat anak tidak mampu menggali potensi dirinya. Pendidikan telah membunuh kreativitas peserta didik (Muniroh, 2009). Ujian Negara hanya menanyakan dimensi kognitif, sehingga menjadikan peserta didik tidak merasa perlu melakukan eksperimen di laboratorium, membaca novel, latihan mengarang, dan tidak perlu berdisiplin dalam berbagai kegiatan belajar yang hakikatnya diarahkan untuk menanamkan nilai dan mengembangkan sikap (Soedijarto, 2008). Akibatnya, sekolah formal cenderung mengejar nilai dan kurang mempromosikan keterampilan hidup dan keterampilan sosial (Mccabe, Treviño, & Butterfield, 2001).

Kondisi ini semakin memotivasi orang tua memilih untuk mendidik anak-anak mereka di rumah, walaupun dengan risiko orangtua harus menyediakan banyak waktu dan energi (Patterson et al., 2007). Homeschooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan kualitasnya pendidikan anak-anak (Murray, Handyside, Straka, & Arton-titus, 2013), mengembangkan nilai-nilai iman/agama dan moral serta mendapatkan lingkungan belajar yang menyenangkan (Lie, Andriyono &Prasasti, 2014). Dengan demikian, motif orangtua memasukkan anaknya ke homeschooling dapat digolongkan menjadi ada 2 kategori, yaitu motif ideologi dan motif pedagogi (Van Galen, 1988). Beberapa orang tua memiliki motif keagamaan yang kuat sehingga memasukan anaknya ke homeschooling, sedangkan motif pedagogi adalah adanya anggapan bahwa lingkungan sekolah sering tidak memberikan pengalaman pendidikan yang baik, misalnya adanya bulying. Selanjutnya, motivasi sekunder orangtua muncul, berupa motif kuat dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, memperhatikan masalah medis anak-anak, dan menjaga masalah keselamatan dan keamanan anak (Hannah, 2011). Orang tua homeschooling percaya bahwa menjaga anak-anak mereka di rumah adalah cara terbaik untuk menghindari lingkungan sekolah yang mereka anggap terlalu keras. Keterlibatan langsung orangtua dalam pendidikan anak dianggap bisa menjamin kualitas pendidikan untuk anak-anak mereka (Green & Hoover-Dempsey, 2007). Perkembangan homeschooling di Indonesia, di latar belakangi turunnya kepercayaan orangtua terhadap sekolah reguler. Kurikulum yang sering berganti menempatkan anak sebagai obyek pendidikan, sehingga menghambat oprimalisasi kesehatan mental anak (Simbolon, 2017).
Beberapa alasan orang tua memilih homeschooling sebagai pendidikan anaknya dapat dilihat dalam tabel berikut:

Model pendidikan homeschooling ini meletakkan tanggung jawab secara penuh pada orang tua, karena model ini dianggap bisa memenuhi setiap kebutuhan anak. Orangtua terlibat langsung dalam pengembangan kurikulum, materi apa saja yang akan digali dan dikembangkan dari anak, memilih beragam metode pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini tugas keluarga sangat penting, yakni menciptakan suasana pendidikan yang berkelanjutan (continues progress) guna melahirkan generasi penerus (keturunan) yang cerdas dan berakhlak (berbudi pekerti yang baik). Hal ini ditegaskan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 7 ayat 2: "Orang tua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya".
Model Pendidikan Homeschooling
Homeschooling saat ini telah menjadi salah satu bentuk pendidikan alternatif yang fenomenal dengan penekanan untuk mengakomodasi potensi kecerdasan anak secara maksimal. Selain itu juga dipandang sebagai alternative untuk menghindari pengaruh lingkungan negatif yang akan dihadapi oleh anak-anak sekolah umum ketika menimba ilmu. Homeschooling (sekolah rumah) di atur dalam sistem Pendidikan Nasional di bawah devisi pendikan nonformal. Undang-undang No. 2003 (Depdiknas, 2003) pasal 27 ayat 1 menyebutkan bahwa kegiatan belajar secara mandiri. Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan informal kecuali standar penilaian apabila akan disetarakan dengan Pendidikan jalur formal dan nonformal sebagaimana dinyatakan dalam pasal 27 ayat 2. Pada perkembangan selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.129 Tahun 2014 memberikan penegasan tentang eksistensi sekolah rumah (homeschooling), sebagai dialektika negara dan masyarakat yang menunjukkan wujud keterlibatan negara dalam pelaksanaan serta proses yang tidak terelakkan untuk memberikan keterlibatan pemerintah dalam proses pelaksanaan homeschooling sebagai salah satu pendidikan alternatif (Kemdikbud, 2014).
Pendidikan alternatif dapat berfungsi sebagai substitute, suplemen dan komplemen terhadap pendidikan sekolah. Sebagai substitute, artinya dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal), sebagaimana sudah terlaksana selama ini adalah Kejar Paket A, B, dan C. Sebagai suplemen, diartikan bahwa pendidikan alternatif dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah, seperti les privat, dan training. Sedangkan sebagai komplemen berarti bahwa pendidikan alternatif dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh di dalam pendidikan sekolah, sebagaimana terjadi melalui kursus, try out, dan pelatihan.
Data Penelitian dan Pengembangan LBTI (Lembaga Baca Tulis Indonesia) tahun 2009 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar seribu empat ratus orang melakukan pendidikan homeschooling, meskipun masih relatif kecil dibandingkan siswa sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil penelusuran Google Trends tahun 2013, yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat atas dalam pencarian kata kunci “homeschooling” dalam kategori region, di atas Australia, AS dan Inggris. Sedangkan untuk kategori Kota, Surabaya menduduki peringkat teratas, berikutnya Jakarta dan urutan ketiga adalah Sydney. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkembangan homeschooling di Indonesia cukup pesat, meskipun tidak terlepas dari berbagai persoalan dan tantangan.
Kekhawatiran mengenai isu sosialisasi dan eksklusifitas dalam lingkup agama, suku, sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat perlu dikaji secara mendalam sehingga dapat diperoleh data dan fakta ten-tang interaksi sosial anak-anak homeschooling dalam masyarakat. Sosialisasi menjadi kesan dan persepsi umum yang memberikan penilaian bahwa siswa homeschooling tidak mampu bersosialisasi dengan baik. Siswa homeschooling cenderung dinilai memiliki sosialisasi yang eksklusif untuk kalangan tertentu seperti atas dasar persamaan agama, golongan sosial maupun suku tertentu.
Budaya menerangkan bahwa homeschooling merupakan sistem pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan di rumah yang dipopulerkan sebagai pendidikan alternatif yang bertumpu dalam suasana keluarga dan menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan at home (Kembara, 2007, p. 34). Dengan pendekatan tersebut, anak-anak merasa nyaman belajar apapun sesuai dengan keinginan, kapan dan dimana saja karena tengah berada di rumah.
Homeschooling mengalami perkembangan pesat karena didukung oleh banyak faktor diantaranya adalah perkembangan teknologi informasi yang luar biasa. Mulai dari eksplorasi materi pembelajaran berkualitas seperti literatur, jurnal, dan buku, membangun forum-forum diskusi ilmiah, sampai konsultasi/diskusi dengan para pakar dunia, dapat dilakukan dengan mudah tanpa mengalami sekat-sekat karena setiap individu dapat melakukan sendiri. Dampak luas tersebut telah memberikan warna atau wajah baru dalam sistem pendidikan dunia, yang dikenal dengan berbagai istilah seperti e-learning, distance learning, online learning, webbased learning, computerbased learning, dan virtual classroom, dimana semua terminologi tersebut mengacu pada pengertian yang sama yakni pendidikan berbasis teknologi informasi.
Pengertian Homeschooling
Istilah Homeschooling ini mungkin masih kurang populer oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia, namun proses Homeschooling yang berarti sekolah di rumah, sudah dilaksanakan oleh seluruh keluarga. Tidakkah setiap anak mendapat pendidikan di rumahnya, bagaimana sang ibu mula mengajar anakberbicara, menghitung bahkan membaca? Sebenarnya di situlah proses Homeschooling bermula, hanya proses pendidikan Orang tua itu tidak berlangsung lama. Apabila anak-anak memasuki usia sekolah Dasar, orang tua lebih banyak bergantung kepada sistem sekolah umum untuk perkembangan pendidikan anaknya.Selain sekolah di rumah, terdapat beberapa istilah lain seperti "home education", atau "homebased learning" yang digunakan untuk maksud yang sama dalam bahasa Indonesia (Yayah,2007).
Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain di sekolah. Pengertian umum Homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggungjawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai asas pendidikannya. Orang tua bertanggungjawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Bertanggungjawab secara aktif di sini adalah melibatkan penuh orang tua pada proses penyelenggaraan pendidikan, dimulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang ingin dibangunkan, kecerdasan dan kemahiran yang hendak diraih, kurikulum dan bahan pembelajaran hingga kaedah belajar serta amalan belajar kehidupan seharian anak (Sumardiono, 2010).
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk Homeschooling adalah "sekolah rumah". Istilah ini digunakan secara resmi oleh Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam menyatakan Homeschooling. Selain itu, Homeschooling kadang kala juga diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri. Homeschooling adalah model pendidikan alternatif yang dipraktekkan oleh berjuta-juta keluarga di seluruh dunia. Walaupun terdapat usaha untuk mendefinisikan “homeschooling” tetapi ia bukan perkara mudah untuk dilakukan. Tiada definisi tunggal yang benar-benar mantap untuk “homeschooling”. Ini disebabkan model pendidikan yang dilaksanakan dalam Homeschooling adalah sangat berbeda antara bangsayang satu dengan bangsa yang lain. Salah satu pengertian umum Homeschooling adalah "model pendidikan sebuah keluarga memilih untuk bertanggungjawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik"(Griffith, 2006). Orang tua tidak menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada guru dan sistemsekolah. Homeschooling bertanggungjawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Sitem Persekolahan ini adalah sesuai untuk menjadi salah satu pilihan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama disebabkan oleh adanya pandangan atau penilaian orang tua yang lebih bersedia untuk menyelenggarakan sendiri pendidikan anak-anak mereka di rumah. Ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama yang pernah mengalaminya ketika berada di luar negeri. Homeschooling adalah satu bentuk alternatif untuk orang tua yang menekankan dan menfokuskan pembentukanamalan rohani, akademik dan pedagogi kepada anaknya terhadap sistem pendidikan formal(Collum, 2005).
Homeschooling adalah proses pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga di mana proses pembelajaran berlangsung dalam suasana yang kondusif. Tujuannya agar setiap potensi anak-anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Homeschooling merupakan program pengajaran anak-anak yang tidak terdapat di sekolah tradisional. Kegiatan mengajar boleh dilakukan di rumah atau suatu tempat pada komunitas tertentu. Pelajar homeschooling boleh terdiri dari seorang anak, beberapa saudara bahkan beberapa anak-anak di mana orang tua mereka sepakat untuk memberikan program homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang dipercayakan sebagai gurunya (Abe Saputro, 2007).
Banyak orang berpendapat, homeschooling sering kali diartikan sebagai school-at-home, sekolah di rumah. Artinya orang tua akan mengajar anaknya di salah satu ruangan di rumah, sementara anaknya duduk dengan rapi di meja mendengar penjelasan dan pengajaranorang tua yang menjadi guru. Padahal Homeschooling adalah alternatif pendidikan yang berbeda daripada organisasi sekolah biasa. Anak belajar di bawah pengawasan kedua orang tuanya. Mereka menentukan mata pelajaran dan kandungannya. Perlu ditekankan, Homeschooling bukan meringankan sekolah di rumah. Kegiatan pelajaran dan pembelajaran agak berbeda daripada di sekolah. Orang tua tidak perlu selalu menjadi guru tetapi mereka lebih berperanan sebagai fasilitator. Ini bertujuan agar anak lebih berminat dan tekun belajar dan bukannya untuk melahirkan anak genius yang menguasai semua bahan yang diajarkan. Secara prinsip, homeschooling adalah pendidikan pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua, proses belajar mengajar dilakukan dalam suasana kondusif dengan tujuan, agar setiap potensi anak-anak yang unik dapat berkembang secara maksimul (Maulida D Kembara, 2007).
Berdasarkan penjelasan di atas homeschooling dapat didefinisikan sebagai proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap ahli keluarganya semasa masih dalam usia persekolahan dengan memilih model atau kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak. Hal ini dijalankan untuk mengembangkan bakat anak dengan mandiri dan mempunyai akhlak baik kepada orang tua dan lingkungan sekitar. Karena aktiviti anak lebih banyak masa di rumah bersama keluarga maka pembentukan akhlak lebih efektif di rumah.
Homeschooling sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1 bunyi Undang-Undang tersebut adalah: Pendidikan adalah usaha sedar dan terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar pelajar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Homeschooling menjadi sebahagian daripada usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan kebangsaan iaitu mengembangkan kemampuandan membentuk watakserta peradaban yang bermaruah dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa.
Homeschooling Di Indonesia
Homeschooling bukanlah sesuatu yang baru di dunia pendidikan Indonesia. Sesungguhnya bangsa Indonesia sudah lama mengenali Homeschooling. Sebelum sistem pendidikan Belanda hadir di bumi tercinta ini, Homeschooling sudah berkembang di Indonesia. Pondok pesantren misalnya, banyak para ulama dan guru secara khusus mengajar anak-anaknya di rumah. Begitu pula para cendikiawan dan bangsawan zaman dahulu, mereka suka mendidik anak-anaknya secara mandiri di rumah atau tempat terbuka, dibandingkan menyekolahkan anaknya di sekoah formal. Homeschooling tidak mempunyai batasan tempat karena proses belajar itu boleh terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang dunia maya (Abe Saputro, 2007).
Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara tepat karena belum ada kajian khusus tentang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung seperti di sekolah formal atau belajarbersama orang tua, maka Homeschooling bukanlah merupakan perkara baru. Tidak kurang para tokoh besar seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka juga mengembangkan cara belajar dengan sistem homeschooling, bukan sekadar agar lulus ujian kemudian memperoleh Ijazah, namun agar lebih mencintai dan mengembangkan ilmu itu sendiri (Chris Verdiansyah, 2007).
Sejak tanggal 4 Mei 2006, di Jakarta telah dididirikan ASAH PENAH (Persatuan Homeschooling dan Pendidikan Alternatif) oleh beberapa tokoh dan pengamal pendidikan dan Kebudayaan. Pelindungnya atau penerangnya adalah Dr. Ace Suryadi (Ketua Pengarah Pendidikan Luar Sekolah) dengan para penasihat, antara lain Prof. Dr. Mansur Ramli (Kepala Balitbang depdiknas) dan Dr. Ella Yuliawati (Pengarah Depdiknas). Penghargaan dari Depdiknas terhadap lahirnya Asah Pena tentu mengukuhkan keyakinan bahawa Homeschooling mampu menjadi salah satu alternatif pendidikan pada masa depan (Maulida. D Kembara, 2007).Pada saat ini, perkembangan Homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka. Keadaan ini membuatkan para orang tua mempunyai banyak pilihan untuk pendidikan anaknya. Banyak keluarga Indonesia yang belajar di luar negeri menyelenggarakan Homeschooling untuk memenuhi keperluan pendidikan anak-anaknya. Selain itu, rasa tidak senang terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi pencetus bagi kelurga-keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga.
Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua sangatlah penting artinya, karena orang tua adalah manusia yang paling dekat dengan anak-anak, sekiranyaorang tua baik maka potensi anak-anak akan menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dalam lingkungan keluarga ketika orang tua berpendidikan tinggi dan berakhlak baik maka orang tua mengajar anaknya untuk selalu belajar dan berakhlak baik (Setiawan Benni, 2006),begitulah juga sebaliknya. Dapat dilihat bahwa alumni homeschooling, walaupun belum sempurna, sudah banyak yang menjadi tokoh pergerakan nasional. Antaranya adalah Ki Hajar Dewantara dan Buya Hamka. Hal ini karena, bersekolah di rumah bukan sekadar ide menyenangkan tentang kebebasan dalam pendidikan, tetapi juga jalan kesuksesan. Melewati abad 21, kebebasan keluarga dalam hal pendidikan mencetuskan imaginasi ratusan ribu orang. Kebebasan itu bernama "bersekolah di rumah" dan ia bukan hal yang baru. Sekolah di rumah sudah dikenali sejak sekian lama dan berkembang dengan cukup pesat, sehingga membangun kesadaran masyarakat tentang cara kita mendidik (Dobson, 2005).
Uraian di atas menunjukkan bahawa kewujudan Homeschooling bukanlah sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia. Walaupun keadaan Homeschooling pada masa lalu lebih akrab dikenal dengan sebutan "Pembelajaran Otodidak", namun keberadaannya sama dengan homeschooling yang dikenal sekarang. Meskipun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan tidak formal dan merupakan hak penuh keluarga, namun untuk menjamin hak pendidikan dan perkembangan anak-anak dipenuhi dan dijaga, makaorang tua yang menyelenggarakan sekolah ini diwajibkan melaporkannya kepada pemerintah terkait.
Pelaksanaan Homeschooling Di Indonesia
Sesungguhnya, homeschooling bukanlah sesuatu yang sangat baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Bangsa Indonesia sudah mengenal homeschooling sejak sekian lama sebelum sistem pendidikan Belanda hadir di bumi Indonesia. Di pondok-pondok pesantren misalnya, majoriti para ustaz dan tuan guru secara khusus mendidik anak-anaknya di rumah. Demikian juga para ahli silat dan bangsawan zaman dahulu (Sumardiono, 2007). Meskipun belum sempurna, namun para alumni homeschooling cukup banyak yang menjadi tokoh pergerakan nasional seperti Ki Hadjar Dewantara dan Buya Hamka.
Secara umum, fenomena berkembangnya homeschooling di Indonesia saat ini dapat dikategorikan menjadi tiga konteks. Pertama, fenomena homeschooling tumbuh dalam kalangan masyarakat kelompok menengah dan ke atas yang memahami falsafah pendidikan dalam konteks pencerahan dan pembebasan. Keluarga seperti ini memilih homeschooling sebagai jawaban atas kesulitan membebaskan sekolah formal dari praktik pengekangan terhadap hak tumbuh kembang anak secara wajar. Di samping itu, komunitas seperti ini sangat memahami prinsip multi kecerdasan, tanpa terjebak aspek akademik semata.
Kedua, homeschooling tumbuh dalam konteks lingkungan keluarga miskin yang kesulitan untuk membiayai pendidikan formal yang cukup mahal. Dalam konteks ini, fenomena berkembangnya homeschooling tidak didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap falsafah pendidikan dalam konteks pencerahan dan membebaskan. Sebaliknya ia berdasarkan ketidakberdayaan dalam ekonomi untuk mendapat pendidikan formal yang elit. Ketiga, fenomena persekolahan di rumah tumbuh dalam konteks lingkungan keluarga yang anaknya mempunyai banyak aktivitas atau pekerjaan yang berbeda atau tidak sejaan dengan pelajaran yang dijadwalkan oleh sekolah-sekolah formal. Homeschooling dalam konteks ini biasanya terjadi pada keluarga yang anaknya menjadi artis, atlet, penyanyi dan lain-lain yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan jam belajar di sekolah formal. Untuk memberikan gambaran secara lebih jelas tentang melaksanakan homeschooling di Indonesia, berikut dijelaskan satu persatu tentang validitas dan klasifikasi, kurikulum dan kaedah pembelajaran, penilaian, dan model penyelenggaraan kegiatan pembelajaran homeschooling.
Terdapat beberapa model pelaksanaan kegiatan pembelajaran homeschooling di Indonesia antaranya sebagai berikut:
- Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan oleh orang tua di rumah/alam sekitar.
- Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan oleh orang tua dan tutor di rumah dan di dalam komunitas. Biasanya aktivitas di komunitas dilaksanakan dua kali dalam seminggu.
- Pelaksanaan kegiatan menggunakan sistem campuran: tiga hari di sekolah formal yang mendukung homeschooling seperti di (Morning Star Academy) dan selebihnya di rumah dan alam sekitar oleh orang tua.
- Pelaksanaan kegiatan pembelajaran bergabung dengan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dengan bertemu sekurang-kurangnya lima kali seminggu, selebihnya mandiri dan bersama orang tua.
Faktor-faktor Mempengaruhi Keberadaan Homeschooling
Terdapat beberapa faktor pendukung homeschooling, antaranya sebagai berikut:
1. Kegagalan Sekolah Formal
Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah-sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pencetus bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di luar negeri untuk menyelenggarakan homeschooling. Homeschooling ini dilihat dapat menghasilkan bentuk pendidikan bermutu.
2. Keanekaragaman kecerdasan
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling iaitu teori intelegensi ganda atau keanekaragaman kecerdasan (Multiple Intelligences) yang dibahasdi dalam buku Frames of Minds The Theory of Multiple Intelligences yang dihasilkan oleh Howard Gardner (1983). Gardner menjelaskan teori kecerdasan anak. Pada tahun 1999, beliau menambah satu jenis kecerdasan baru sehingga menjad ijenis kecerdasan manusia. Jenis-jenis kecerdasan tersebut adalah kebijaksanaan linguistik, kecerdasan matematik-logik, intelegensi ruang-visual, kecerdasan kinestetik-badan, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, intelegensi lingkungan.
3. Tokoh Hasil Homeschooling
Banyak kesuksesan toko hpenting dunia dalam kehidupan tanpa menjalani sekolah formal juga menciptakan kemunculan homeschooling. Contohnya Benjamin, Franklin, Thomas Alfa Edison,KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lain.
4. Fasilitas dan Infrastruktur
Dewasa ini, perkembangan homeschooling turut dihasilkan oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Ciri-ciri itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, muzium, institusi penyelidikan), fasilitas awam (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, rumah anak yatim, rumah sakit), fasilitas perniagaan (pasar raya, pameran, restoran, pom bensin, sawah, ladang), dan fasilitas teknologi dan maklumat (internet, suara dan gambar) sehingga di mana-mana anak didik berada, disitu menjadi kelas dan tempat mereka belajar.
Jenis-Jenis Homeschooling
Kebanyakan paraorang tua berfikir bahawa homeschooling itu hanya bisa dilakukan di rumah serta diajar oleh orang tua sendiri. Padahal kenyataanya tidak demikian. Menurut Seto Mulyadi (2007) ada beberapa klasifikasi jenis homeschooling yaitu homeschooling majemuk dan homeschooling tunggal, sedangkan kegiatan homeschooling terdiri daripada tiga jenis iaitu, homeschooling majemuk, tunggal dan komunitas.
Homeschooling Tunggal
Sekolah di rumah tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lain. Biasanya homeschooling jenis ini dilaksanakan karena adanya tujuan atau sebab-sebab khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromi dengan komunitas homeschooling lain. Hal ini disebabkan oleh lokasi atau tempat tinggal pelaku homeschooling yang tidak membenarkan berkumpul dengan komunitas homeschooling lain.
Homeschooling Majemuk
Homeschooling majemuk ialah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu. Sementara kegiatan utama tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Alasannya terdapat keperluan-keperluan yang bisa digabungkan oleh beberapa keluarga untuk melakukan aktivitas bersama. Contohnya kurikulum dari aktivitasolahraga, musik, kegiatan sosial dan aktivitas keagamaan.
3. KomunitasHomeschooling
Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silibus, bahan pengajaran, aktivitas utama (olahraga, musik/seni, dan bahasa), dan jadwal pembelajaran. Antara alasan orang tua memilih komunitas homeschooling sebagai pilihan untuk pembelajaran anak-anaknya ialah:
- Berstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia, dan pencapaian hasil belajar.
- Terdapat fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya bengkel kerja, makmal IPA/bahasa, auditorium, fasilitas sukan dan kesenian.
- Ruang gerak sosialisasi anak didik lebih luas tetapi tetap dapat dikawal.
- Sokongan lebih besar karena masing-masing bertanggungjawab untuk saling mengajar mengikut kepakaran masing-masing.
- Sesuai untuk anak-anak usia di atas sepuluh tahun.
Teori dan Model Pendidikan Homeschooling
Homeschooling secara etimologi dapat diartikan sebagai sebuah sekolah rumah dan menjadi pilihan alternatif bagi orang tua yang meletakkan anak-anak sebagai subjek kajian dengan pendekatan pendidikan di rumah. Oleh itu, bagaimana pendekatan untuk pendidikan di rumah itu? Pendekatan pendidikan di rumah adalah satu pendekatan keluarga yang membolehkan anak-anak belajar dengan baik berdasarkan keperluan dan gaya pembelajaran masing-masing, pada waktu tertentu, di mana saja dan dengan siapa saja. Melalui pendekatan sedemikian dijangka bahawa anak-anak bisa berkembang dalam potensi yang maksimal, lebih adil dan tidak terbatas. Di sekolah rumah, ciri-ciri model pendidikan secara umumnya bisa dilihat seperti berikut:
- Orientasi pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter pribadi dan pengembangan bakat potensial, dan minat anak-anak dengan cara yang alami dan spesifik.
- Kegiatan belajar dapat terjadi secara mandiri, bersama dengan orang tua, bersama dengan tutor, dan dalam kelompok masyarakat
- Orang tua memainkan peran kunci sebagai guru, pakar motivasi, fasilitator, motivator, teman dan teman dialog dalam menentukan kegiatan belajar mengajar dalam proses tersebut.
- Keberadaan seorang guru (tutor) berfungsi sebagai mentor dan membimbing minat anak-anak dalam mata pelajaran yang disukainya.
- Fleksibilitas tabel kegiatan belajar. Kegiatan belajar bisa dilakukan di pagi hari, dan di malam hari.
- Fleksibilitas jumlah pelajaran per mata pelajaran. Diskusi pelajaran tidak akan berubah ke topik lain, jika anak-anak tidak menguasai. Anak-anak diberi kesempatan lebih besar untuk menentukan topik untuk setiap pertemuan.
- Pendekatan pembelajaran lebih personal dan manusiawi.
- Proses pembelajaran dilakukan kapan saja, bersama kapan saja dan di mana saja serta dengan siapa saja (tidak terbatas pada kehadiran ruang kelas dan rumah yang indah).
- Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar sesuai dengan minat, kebutuhan, durasi kepemilikan materi, dan kecerdasan mereka.
- Ujian Nasional dapat diterapkan ketika siswa siap untuk menempatinya. Untuk Indonesia, Penilaian Ujian Akhir Nasional dapat dicapai melalui pengujian paket kesetaraan A, B, dan C yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan.
Persepsi seseorang tentang konsep pelaksanaan dalam pendidikan umum berasal dari pemikiran dan kepercayaan tentang apa tujuan pendidikan, bagaimana untuk mendidik, dan mengapa ia memerlukan pendidikan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2004:11), model konsep pelajaran yang banyak pelaksanaan dasar pendidikan, minimum boleh dibahagikan kepada empat jenis, iaitu pendidikan klasik, pendidikan swasta, pendidikan sendiri dan pendidikan teknologi. Dari empat model konsep pendidikan, dalam tulisan ini hanya berfokus pada konsep pendidikan sendiri (personalizededucation). Hal ini karena konsep pendidikan sendiri lebih berkaitan dengan Homeschooling yang lebih banyak masa belajar di rumah secara kendiri dan bersama orang tua. Pendidikan sendiri merupakan satu konsep pendidikan yang menyediakan perhatian yang sangat istimewa kepada pelajar. Konsep pendidikan ini berawal dengan asumsi dasaryaitu anak-anak dilahirkan dengan mempunyai potensi yang baik untuk berfikir, menyelesaikan masalah, berkomunikasi, membangun hubungan sosial, serta potensi dan kemampuan untuk belajar dan memajukan diri (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004). Pada hakekatnya program pendidikan peribadi lebih menekankan proses pengembangan kemampuan pelajar. Bahan ajaran yang dipilih yang sesuai dengan minat, kemampuan dan keperluan pelajar. Pemilihan pendidikan dilakukan dengan melibatkan pelajar. Tidak ada program atau kurikulum baku, yang ada adalah program kurikulum sekurang-kurangnya yang dalam pelaksanaannya dikembangkan bersama pelajar. Isi dan proses pembelajaran sentiasa berubah sesuai dengan minat dan keperluan pelajar. Oleh sebab itulah homeschooling erat kaitannya dengan pendidikan peribadi karena memiliki persamaan (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997).
Menurut Dr. Arief Rachman, M.Pd. (Dalam Ali Muhtadi, 2008) Homeschooling selain menampung potensi kecerdasan anak secara lebih maksimal, juga menjadi pilihan lain untuk mengelakkan pengaruh lingkungan negatif yang mungkin akan dihadapi oleh anak-anak dalam sekolah-sekolah umum ketika menimba ilmu. Beliau berkata bahawa pergaulan bebas, gaduh, rokok, dan obat-obat terlarang menjadi kes yang terus menghantui para orang tua, tambahan pula mereka tidak dapat mengawasi anak-anak sepanjang masa, terutama ketika mereka berada di sekolah dan di luar rumah yang berkaitan dengan aktiviti sekolah. lantaran itu, homeschooling dan pendidikan akhlak memberikan kebebasan waktu bagi orang tua untuk mengawasi anak mereka dalam membentuk akhlak. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan di rumah dan diawasi oleh orang tua maka membolehkan pelajar mengembangkan bakat dan minat serta mendapat pendidikan akhlak secara langsung dari orang tua.
Homeschooling dan Perkembangan Anak
Memperbincangkan tentang bagaimana sebuah sekolah masa kini dapat meningkatkan perkembangan anak, maka bahasan tidak dapat terlepas dari berbagai perubahan dalam filosofi pendidikan yang terjadi sepanjang sejarah yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam teori dan praktek pendidikan. Pendidikan yang mengandalkan “three R” (reading, ‘riting, dan ‘rithmetic) ke metode “berpusat pada anak” yang berfokus pada minat anak.Saat ini banyak pendidikan yang merekomendasikan pengajaran anak pada tingkat awal dengan mengintegrasikan bidang yang berkaitan dengan subjek dan mendasarkan kepada minat dan bakat alamiah anak. Misalnya belajar membaca dan matematika dalam konteks proyek studi sosial, atau mengajarkan konsep matematika melalui studi musik. Anak-anak yang diajari keterampilan berpikir dalam konteks subjek akademis terbukti lebih baik dalam tes kecerdasan dan prestasi sekolah. Stenberg mengungkapkan bahwa siswa akan belajar lebih baik ketika diajari dengan berbagai macam cara, menekankan keterampilan kreatif dan praktis sekaligus mengingat dan berpikir kritis.
Berbagai perubahan dalam teori dan praktek pendidikan tampaknya akan sulit dicapai pada model praktek pendidikan yang biasa ditemukan pada sekolah-sekolah formal di Indonesia. Para orangtua yang memiliki perhatian pada pendidikan anak-anaknya pada umumnya menganggap bahwa model pendidikan yang tepat hanya mungkin diperoleh dari homeschooling, dimana mereka dapat mengatur sendiri kurikulum dan metode belajar yang mendekati ideal.
Disamping sumbangan positifnya terhadap perkembangan anak, ternyata kritik terbesar yang banyak diterima praktek homeschooling juga berkenaan dengan perkembangan anak, yaitu dalam hal kemampuan sosialisasi. Arif Rahman, mengatakan bahwa hal yang harus menjadi titik perhatian penting dari homeschooling adalah strategi untuk menghindari kekhawatiran bahwa siswa yang mengikuti metode pendidikan ini akan teralienasi dari lingkungan sosialnya sehingga potensi kecerdasan sosialnya tidak muncul. Kecemasan itu wajar mengingat lingkungan rumah yang sangat terbatas sehingga anak tidak terbiasa dengan perbedaan dan cenderung memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya siswa yang berasal dari Asia Timur yang berprestasi bagus di Amerika Serikat adalah karena pengaruh budaya dan praktik pendidikan di negara asal mereka. Hari dan tahun bersekolah yang lebih tinggi dibanding sekolah AS, kurikulum yang diatur secara sentral, kelas lebih besar (sekitar 40-50 murid), dan para guru menghabiskan lebih banyak waktu mengajari seluruh kelas, sedangkan anak AS lebih banyak waktu bekerja sendiri atau dalam kelompok kecil dan karena itu menerima perhatian yang lebih besar tetapi lebih sedikit instruksi total.
Di sisi lain, hasil penelitian Taylor menunjukkan bahwa sangat sedikit siswa homeschoolingyang mengalami masalah dalam berhubungan sosial. Menurutnya, berbagai kritik yang dilontarkan mengenai homeschooling berkenaan dengan kemampuan sosialisasi anak justru menghasilkan hal yang sebaliknya. Konsep diri yang positif yang diperoleh anak-anak dari pendidikan homeschoolingternyata mampu mendorong kemampuan sosialisasi yang baik.
Sumber:
Konsep Dan Aplikasi Homeschooling Dalam Pendidikan Keluarga Islam, Tri Na'imah:2019Homeschooling; Pendidikan Alternatif Di Indonesia, Zul Afiat:2019
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini :
0 Komentar