tk17teladan.sch.id - Di Indonesia tanggal 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional diperingati bersama dengan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan dijadikan hari libur resmi, dan dirayakan dengan upacara peringatan di sekolah-sekolah dan pemberian tanda jasa bagi pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru. Di Indonesia guru dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun di beberapa negara lain hari Guru ditetapkan sebagai hari libur.
Awal Kemunculan Guru Di Indonesia
1. Guru di Zaman Pra-Hindu Budha, Hindu-Budha dan Zaman Islam Masuk Di Indonesia
Guru merupakan pekerjaan tertua, lebih dulu dibandingkan arsitek yang baru ada setelah manusia tidak tinnggal di gua. Atau, lebih juga dari insinyur metalurgi yang baru muncul pada masa manusia mengenal logam dan pengolahannya. Pekerjaan guru ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan.
Pada awal kemunculan, seseorang membutuhkan orang lain untuk dimintai pendapat dan dijadikan panutan. Orang-orang kebanyakan mendatangi pertapa. Pertapa adalah orang yang menjauhkan diri dari kehidupan duniawinya dan berdiam di suatu tempat tertentu untuk merundung dengan harapan mendapatkan wahyu dari hal yang ia percayai.
Kebanyakan pertapa adalah orang yang memang mampu secara ekonomi, atau memiliki kekuasaan. Namun, ada juga, pertapa yang berasal dari kaum yang tidak berada. Orang-orang yang mendatangi pertapa dan dijadikan muridnya, biasanya mengolah tanah yang dimiliki pertapa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam kesehariannya, setelah mengolah tanah di pagi sampai siang hari, para pencari ilmu mendatangi pertapa dan meminta nasihat. Nasihat-nasihat yang diberikan biasanya berupa nasihat tentang bagaimana menjalani hidung dengan tenang sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan. Oleh katena itu, nasihat tersebut kadang berupa tugas yang harus dilalui oleh pencari ilmu dan baru boleh kembali pada saat mereka sudah menyelesaikan tugasnya.
Selajutnya, sistem pendidikan pada masa kerajaan Hindu-Budha, sudah mengenal adanya guru. Pada masa agama Hindu, yang mengenal sistem kasta, guru berasal dari kasta Brahmana yang dikenal dengan nama begawan. Dalam hal ini, kasta guru setingkat lebih rendah dari raja. Oleh karena itu, Begawan memiliki hak-hak tertentu, dan cenderung dimulaiakan oleh masyarakat karena dianggap sebagai penjelma kehidupan spiritual kebanaran. Pada masa itu, di dalam menyampaikan pengetahuan dari buku suci (Weda), para siswa tinggal di rumah Begawan tersebut serta mengabdi dengan penuh kesetiaan dan pengabdian. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada saat ajaran agama Budha mempengaruhi Nusantara. Jejak pengajaran pada masa Budha, dapat diketahui melalui pada zaman kerajaan Sriwijaya. Tujuan utama pendidikan berdasarkan ajaran Sidharta Gautama, yakni setiap manusia penganut Budha dididik menjadi manusia sempurna agar dapat masuk nirwana/surga. Salah seorang guru yang terkenal adalah Darmapala. Sistem pengajarannya menggunakan format asrama sebagai sekolah sekaligus tempat tinggal para siswa dan guru. "Belajar menjadi etos baru bagi kehidupan umat. Hal ini dibuktikan melalui bentuk dari salah satu arca di Candi Borobudur. Arca Dhyani Budha bersikap darma cakra mudra, kedua tangganya di dada menggambarkan, bahwa manusia hidup harus belajar. Corak pendidikan masa Hindu-Budha, ternyata memberikan pengaruh pula pada sistem pendidikan Islam.
Masuknya Islam ke tanah air mempengaruhi sudut pandang masyarakat, yang memerlukan pendalaman ajaran agama Islam. Oleh karena itu, dikenalah sistem pesantren. Dalam proses belajarnya, pesantren mengandung corak ajaran Hindu-Budha. Pesantren mempercayakan pendidikan pada seorang guru yang disebut kiyai. Pada mulanya pembelajaran dilaksanakan di langgar-langgar atau pelataran masjid. Namun, karena jumlah santri semakin banyak maka pembelajaran dilakukan di rumah kiyai. Kemudian untuk dapat memkasimalkan pemahaman akan ajaran agama Islam, maka pesantren menjadi sistem asrama. Sehingga murid atau santri tinggal berdekatan dengan guru. Hal tersebut kemudian membawa pengaruh bagi perkembangan pesantren, sehingga pesantren menjadi lebih besar perannya. Salain sebagai sarana belajar, pesantren telah dipercaya oleh masyarakat sebagai pewaris nilai-nilai guru melengkapi nilai-nilai yang diajarkan dalam lingkungan keluarga. Berkembangnya peran pesantren tersebut, akhirnya memunculkan konsekuensi logis adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup bagi para santri dan guru yang tinggal di pesantren.
Akhirnya pesantren mengajarkan untuk mengelola alam, sehingga pesantren berupaya mandiri dalam pemenuhan hidup sehari-hari. Apabila menilik kemampuan pesantren dalam pewarisan nilai-nilai, tidak lepas dari peran kiyai sebagai pemimpin pesantren. Karana pada umunya sebuah pesantren dapat beridiri karena gagasan seorang kiyai yang telah mumpuni bidang keilmuannya, sehingga perlu meneruskan pengetahuannya pada generasi selanjutnya.
2. Guru di Zaman Pendudukan Belanda di Indonesia
Pada masa kolonial Belanda memberikan warna tersendiri pada pembangunan pendidikan di Indonesia. Masa kolonial Belanda memperkenalkan sekolah, yang pada dasarnya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. "Sekolah pada awal kemunculannya berkembang di Yunani, yang berarti waktu luang. Hal ini dilakukan oleh para orang tua yang bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk memberikan pengajaran pada anak-anaknya. Sehingga anak-anak dipercayakan pada orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih di sekolah. Pada akhirnya sekolah menjadi tempat perkumpulan bagi anak-anak untuk mengkaji mengenai satu permasalahan yang berkaitan dengan keilmuan. Perkembangan sekolah muncul di berbagai negara, termasuk Belanda yang pada akhirnya menerapkan sistem sekolah pula di Indonesia. Namun, sistem sekolah yang diperkenalkan oleh kaum kolonial terhadap rakyat Indonesia ini hanya diperuntukan bagi orang Belanda itu sendiri serta kaum ningrat. "Tahun 1617 pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah pertama di Batavia (Jakarta). Sekolah ini masa belajarnya selama lima tahun.
Tujuan utama sekolah ini, yakni menghasilkan tenaga administrasi yang cakap, yang nantinya bisa dipekerjakan pemerintah, administasi dan gereja. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Belanda. Tahun 1648, seiring dengan mulai kompleksnya mekanisme penyelenggaraan pendidikan, maka kali pertama pemerintah Belanda membuat undang-undang sekolah yang menjadi cikal bakal sistem sekolah yang dikenal saat ini. Isinya antara lain:
- Sekolah yang akan didirikan harus dengan izin pemerintah Belanda;
- Jam sekolah berlangsung mulai pukul 08.00-11.00 atau pukul 14.00-17.00;
- Pelajaran campuran murid laki-laki dan perempuan dilarang;
- Hari libur dan uang sekolah diatur pemerintah; dan
- Sekolah-sekolah harus dipantau 2 kali setahun.
Sedangkan, bagi rakyat pribumi biasa tidak disediakan sekolah oleh kolonial. Sehingga pendidikan rakyat berlangsung di daerah-daerah secara mandiri yang dikelola oleh masyarakat setempat.
Melalui sistem sekolah yang dideklarasikan oleh kolonial, maka berimbas pula pada guru. Guru pada awalnya diangkat secara sembarang, karena kualifikasinya hanya mampu membaca, menulis dan berhitung saja, serta satu orang guru dapat mengajar puluhan bahkan ratusan murid. Akhirnya, pada April 1852 di Surakarta didirikan Kweekschool, yang merupakan sekolah guru pertama. Sejak inilah guru menjadi sebuah profesi baru dikalangan masyarakt. Guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah diikat oleh syarat-syarat tertentu, terutama haruslah tamatan dari sekolah guru buatan Belanda. Namun, dengan kebijakan tersebut tidak membuat para guru lupa kulitnya, karena guru justru berupaya mengambil peran dalam pencerdasan bangsa.
Guru Sebagai Profesi Di Indonesia
Guru sebagai profesi di Indonesia, ditandai dengan lahirnya UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa", dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memjukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.", UU Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimkasud meliputi, Sistem Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru profesional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
- Kompetendi Pedagogik;
- Kompetensi kepribadian;
- Kompetensi profesional; dan
- Kompetendi sosial.
Selain mengatur hal-hal penting di atas, UUGD juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru. UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam beberapa bagian.
Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
- Ketentuan umum;
- Kedudukan, Fungsi dan Tujuan; dan
- Prinsip profesionalitas.
Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari:
- Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi;
- Hak dan Kewajiban;
- Wajib Kerja dan Ikatan Dinas;
- Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian;
- Pembinaan dan Pengembangan;
- Penghargaan;
- Perlindungan;
- Cuti; dan
- Organisasi Profesi.
Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari:
- Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik;
- Hak dan Kewajiban;
- Wajib Kerja dan Ikatan Dinas;
- Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian;
- Pembinaan dan Pengembangan;
- Penghargaan;
- Perlindungan; dan
- Cuti.
Keempat, pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal). Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 pasal). Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen Profesinonal dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.
Setelah muncul kebijakan tentang UUGD di atas, pemerintah kemudian melahirkan banyak sekali peraturan perundang-undangan yang khusus tentang guru, mulai dari Permendiknas No. 16 tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik, Permendiknas No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan (diperbarui dengan Permendiknas No. 10 tahun 2009) hingga Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, yang semuanya telah mengatur segala hal tentang masa depan guru yang cukup menjajikan.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini :
0 Komentar